weeeehhh,,, keetemuu lgi dgn q yea guys,, yea q sichh cuman ksih thu
klian aj,, gimna si DAERAH BIMA itu.. cieee yg pda pnsrann.. hahaaaaa :D
ya udahhh... q knalkan tempat kelhiranq ini yea sob.. bacax hrus penuh
konsentrasi,, rugilohhh gk bca dgn seksama.. krna BIMA itu adlah daerah
yg MISTERIUS. Weh kyak film horor aj., :o
tenang guys,, gk usah takut koq, BIMA itu aman koq, dn budayax juga mndukung msyarakat :)
BUDAYA KOTA BIMA
Bima
tuw unik guys dengan beragam tarian tradisionalx yang lahir dari Istana
maupun di luar Istana. Dahulu, terutama pada zaman ke-emasan.
Kesultanan Bima, Seni tari dan atraksi seni budaya tradisioanl
merupakan salah satu cabang seni yang sangat populer. Pengembangan seni
tari mendapat perhatian dari pemerintah kesultanan. Kala itu, Istana
Bima (Asi Mbojo) tidak hanya berfungsi sebagai pusat Pemerintahan namun
Asi juga merupakan pusat pengembangan seni dan budaya tradisional. Pada
masa pemerintahan Sultan Abdul Khair Sirajuddin (Sultan Bima yang kedua)
yang memerintahkan antara tahun 1640-1682 M, seni budaya tradisional
berkembang cukup pesat. Hingga saat ini seiring berjalannya waktu,
beberapa seni tari dan atraksi seni budaya tradisional itu masih tetap
eksis. Beberapa tarian yang masih dapat di nikmati antar lain;
a. Atraksi Gantao
weh
tarian ini asalx Sulawesi Selatan dengan nama asli Kuntao. Nmun di Bima
diberi nama Gantao. Jdi atraksi seni yang mirip pencak silat ini
berkembang pesat sejak abad ke-16 Masehi. Karena pada saat itu hubungan
antara kesultanan Bima dengan Gowa dan Makasar sangat erat. Atraksi ini
dapat dikategorikan dalam seni Bela diri (silat), dan dalam setiap
gerakan selalu mengikuti aturan musik tradisional Bima (Gendang, Gong,
Tawa-tawa dan Sarone). Pada zaman dahulu setiap acara-acara di dalam
lingkungan Istana Gantao selalu digelar dan menjadi ajang bertemunya
para pendekar dari seluruh pelosok, hingga saat ini Gantao masih tetap
lestari detengah-tengah masyarakat Bima dan selalu digelar pada acara
sunatan maupun perkawinan).
psty tman2 kepengen liat yea dan kpngen coba lngsung, hihiii :D
b. Tari Wura Bongi Monca
bgi kaum Hawa, ada ni Seni budaya tradisional Bima yg terkenal ni,Salah
satunya adalah Tarian Selamat Datang atau dalam bahasa Bima dikenal
dengan Tarian Wura Bongi Monca. Gongi Monca adalah beras kuning. Jadi
tarian ini adalah Tarian menabur Beras Kuning kepada rombongan tamu yang
datang berkunjung.
Tarian ini biasanya digelar pada acara-acara
penyabutan tamu baik secara formal maupun informal. Pada masa kesultanan
tarian ini biasa digelar untuk menyambut tamu-tamu sultan. Tarian ini
dimainkan oleh 4 sampai 6 remaja putri dalam alunan gerakan yang lemah
lembut disertai senyuman sambil menabur beras kuning kearah tamu, Karena
dalam falsafah masyarakat Bima tamu adalah raja dan dapat membawa
rezeki bagi rakyat dan negeri.
c. Tari Lenggo
Tari
Lenggo ada dua jenis yaitu Tari Lenggo Melayu dan Lenggo Mbojo. Lenggo
Melayu diciptakan oleh salah seorang mubalig dari Pagaruyung Sumatera
Barat yang bernama Datuk Raja Lelo pada tahun 1070 H. Tarian ini memang
khusus diciptakan untuk upacara Adat Hanta UA Pua dan dipertunjukkan
pertama kali di Oi Ule (Pantai Ule sekarang) dalam rangka memperingati
Maulid Nabi Muhammad SAW. Lenggo Melayu juga dalam bahasa Bima disebut
Lenggo Mone karena dibawakan oleh 4 orang remaja pria.
Terinspirasi
dari gerakan Lenggo Melayu, setahun kemudian tepatnya pada tahun 1071
H, Sultan Abdul Khair Sirajuddin menciptakan Lenggo Mbojo yang
diperankan oleh 4 orang penari perempuan. Lenggo Mbojo juga disebut
Lenggo Siwe. Nah, jadilah perpaduan Lenggo Melayu dan Lenggo Mbojo yang
pada perkembangan selanjutnya dikenal dengan Lenggo UA PUA. Tarian
Lenggo selalu dipertunjukkan pada saat Upacara Adat Hanta UA PUA
terutama pada saat rombongan penghulu Melayu mamasuki pelataran Istana.
d. Rawa Mbojo
Salah
satu seni budaya Mbojo yang merupakan ajang hiburan masyarakat tempo
dulu adalah Rawa Mbojo. Seni ini adalah salah satu media penyampaian
pesan dan nasehat yang disuguhkan terutama pada malam hari saat-saat
penen sambil memasukkan padi di lumbung. Senandung Rawa Mbojo yang
di-iringi gesekan Biola berpadu dengan syair dan pantun yang penuh
petuah adalah pelepasan lelah dan pembeli semangat kepada warga yang
melakukan aktifitas di tiap-tiap rumah. Sebagai selingan, dihadirkan
pula seorang pawang cerita yang membawakan dongeng-dongeng yang menarik
dan penuh makna kehidupan.
Syair dan senandung Rawa Mbojo
didominasi pantun khas Bima yang berisi nasehat dan petuah, kadang pula
jenaka dan menggelitik. Ini adalah sebuah warisan budaya tutur yang tak
ternilai unuk generasi. Dalam Rawa Mbojo terdapat beragam lirik yang
dikenal dengan istilah Ntoro. Ada Ntoko Tambora, Ntoko Lopi Penge, dan
Ntoko lainnya. Tiap Ntoko memiliki khas masing-masing. Misalnya Ntoko
Tambora dilantunkan dalam syair dan irama yang mengambarkan kemegahan
alam. Ntoko Lopi Penge mengambarkan suasana laut dan gelombang. Syair
dan pantun yang dilantunkan pun dikemukakan secara spontan sesuai
keadaan. Itulah kelebihan dari para pelantun Rawa Mbojo. Meskipun tidak
bisa membaca dan menulis, namn mereka sangan pawai melantunkannya secara
spontanitas.
e. Hadrah Rebana
Jenis
atraksi kesenian ini telah berkembang pesat sejak abad ke-16. Hadrah
Rebana merupakan jenis atraksi yang telah mendapat pengaruh ajaran
islam. Syair lagu yang dinyanikan adalah lagu-lagu dalam bahasa Arab dan
biasanya mengandung pesan-pesan rohani. Dengan berbekal 3 buah Rebana
dan 6 sampai 12 penari, mereka mendendangkan lagu-lagu seperti Marhaban
dan lain-lain. Hadrah Rebana biasa digelar pada acara WA’A CO’I (Antar
Mahar), Sunatan maupun Khataman Alqur’an. Hingga saat ini Hadrah Rebana
telah berkembang pesat sampai ke seluruh pelosok. Hal yang
menggembirakan adalah Hadrah Rebana ini terus berkembang dan dikreasi
oleh seniman di Bima. Dan banyak sekali karya-karya gerakan dan
lagu-lagu yang mengiringi permainan Hadrah Rebana ini.
Semua
atraksi kesenian dan tari-tarian ini oleh Pemerintah Kota Bima selalu di
gelar pada setiap perayaan hari-hari besar daerah, propinsi dan
nasional bahkan untuk menyambut para tamu-tamu pemerintahan, wisatawan
dan kegiatan-kegiatan ceremonial lainnya yang terpusat di Paruga Nae
(tempat khusus pagelaran seni budaya dengan arsitektur khas tradisional
rumah adat Bima).
MAKANAN KHAS KOTA BIMA
Yang pertama adalah Kelompok Lauk Pauk (Uta), hmm Letak
Bima yang secara geografis berada di pesisir pantai mempengaruhi selera
makan orang Bima. Kebanyakan makanan Bima terdiri dari ikan dan hasil
laut lainnya. Orang Bima bilang kalau belum makan pakai ikan rasanya
gimana gitu ada yang kurang pokoknya seafood is the best lah.Dalam bahasa bima ikan disebut dengan “uta”.
Uta palumara (Ikan berkuah asam,manis, pedas, dengan tambahan aroma khas pataha (daun kemangi))#waahh ngebayangin aja udah ngiler nih
Uta londe puru
(bandeng bakar) cita rasa bandengnya itu beda, rasa dagingnya manis,
gurih karena langsung dari ombo (tambak air laut). Biasanya dulu waktu
SMA sering jalan-jalan ke tambak “teman/ keluarga” untuk “panen” uta
londe puru ,bayangin aja makan ikan sepuasnya langsung dari ‘tambak”nya
di tengah suasana pantai dengan semilir angin laut yang sepoi-sepoi,
ditambah lagi nikmatnya es kelapa muda (srutt-srutt wuisshh syahduuuuu,
udah gitu gratis lagi) heheh.
Uta Sepi tumis/Jame sepi,
Yang satu ini juga makanan favorit orang bima, terbuat dari udang yang
kecil-kecil yang ditumis dengan tomat,cabe, Asam muda dan daun kemangi.
Rasanya???? (waah sulit diungkapkan, pokoknya kalau ada lauk ini siapkan
nasi sebanyak-banyaknya, satu bakul juga kaya’nya habis hihihi)
Uta poco,karamba, tumis(Tumis
Cumi kering dan Ikan Asin) Waah ini Favorit temen-temen kos, kalau ada
kiriman orang tua dari Bima, langsung dah pada request masakan
ini.(Rezeki anak kos) hahaha sebenarnya masih banyak lagi masakannya ada
mangge mada,karwiti, dsb. mungkin akan dijelaskan lain kali Walaupun
orang Bima menggemari ikan laut, bukan berarti di Bima tidak mengenal
makanan selain ikan. Daging Kambing adalah makanan favorit setelah ikan
disusul Daging Rusa atau Menjangan, Daging Sapi, Kerbau dan Kelompok
Unggas serta terakhir Daging Kuda.
Yang kedua adalah Kelompok Sayuran. Daun
dan Buah Kelor adalah sayuran yang paling populer, di Bima. Banyak
penelitian menunjukan bahwa daun kelor sangat bermanfa’at untuk
kesehatan.. Dalam Bahasa Bima sayur disebut “utambeca”. Dalam Kuliner Bima memang tidak banyak dikenal sayuran yang ditumis, sayur itu selalu identik dengan makanan yang berkuah.
Uta
Mbeca Maci ro’o parongge (sayur bening daun kelor), Sayur ini sangatlah
simple, sayur bening dari daun kelor, sayur ini sangat diminati oleh
orang bima, untunglah dimakassar masih banyak yang menjual dau kelor
jadi kalau timbul rasa “kangen” akan daun kelor maka secepat mungkin
membelinya di pasar terdekat dan segera memasaknya.
Kelompok Pelengkap atau Sambal. Ini
paling penting, kalau tak ada yang satu ini rasanya gag lengkap, di
bima ada banyak sekali ragam jenis sambal, baik sambal mentah maupun
matang. Enak atau tidaknya suatu santapan tergantung makanan pelengkap
ini.
Sambal doco tomat (sambal tomat), teman-teman kost kadang
bingung, kok bisa ya makan yang semuanya serba mentah, tapi setelah di
suruh “icip-icip” malahan mereka minta nambah lagi #Gubrak
Sambal
tota fo’o (bingung nih bahasa indonesianya apa ya yang
bagus??)#garuk-garuk kepala, yang jelas apapun makanannya minumnya teh
botol S***o (asli iklan nih), yang satu ini dibuat dari irisan tipis
mangga muda,lombok, tomat, daun kemangi, hmm rasanya Asam,asam pedas
(Rame rasanya) ya udaah masih bingung sama rasanya?? *cobain aja deh
sendiri.
Kelompok Penganan/Makanan Kecil. Jenis
penganan Bima banyak dipengaruhi oleh citarasa melayu, manis bersantan,
dan banyak juga kue kering diantaranya : Pangaha bunga (paling terkenal
di Sila kananga, tempat tinggal ku*hehe) Bingka dolu, Kahangga, Tamu
sinci, Mina sarua, Kadodo(dodol), dan masih banyak lagi.
CIRI KHAS KOTA BIMA
Tenun Ikat Bima
Ke
kota Bima, tak lengkap jika tak melihat langsung proses pembuatan
Tenun. Ragam budaya yang memperlihatkan identitas kota Bima sebagai
sebuah entitas yang unik dengan sejumlah kearifan lokalnya ini sangat
terkenal bahkan sejak abad ke-15 silam. Kain tenun Mbojo merupakan kain tenun khas asal daerah Bima dan beberapa daerah di sekitar Gunung Tambora, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Duta
Honda Roadventure pun tak ingin melewatkan yang satu ini. Mereka
berkunjung ke salah satu tempat pembuatan tenun yang ada di kota Bima,
tepatnya di Kelurahan Rabadompu.
Di tempat itu, para pejuang
Sangihe-Sape-Sabang (SSS) ini melihat langsung pembuatan kerajinan
tangan yang dilakukan oleh perempuan-perempuan Bima. Mereka begitu
antusias.
Pembuatan sarung ini telah turun temurun sejak abad
ke-15. Kerajinan ini dikenal dengan istilah Muna Ro Medi dalam bahasa
Mbojo. Kegiatan ini dilakukan untuk mengisi waktu sembari menunggu suami
pulang bekerja. Mereka berkelompok, mengerjakan tenun sambil menjaga
anak-anak. “Ya, sambil ngerumpi juga,” tutur Hafsah, 35, salah seorang
pembuat sarung tenun di Rabadompu, Kota Bima.
Kain dan kerajinan
tenun kota Bima sudah menjadi komoditas andalan dalam kegiatan
perdagangan di nusangara. Beberapa hasil kreasi tenun yang paling
populer adalah sarung (tembe), destar (sambolo) dan ikat pinggang
(weri).
Catatan seorang Portugis, Tome Pires, yang datang ke kota
Bima pada 1513 menyebutkan bahwa pedagang dari daerah Mbojo membawa
barang dagangannya sampai Maluku dan Malaka. Di antara barang dagangan
yang mereka jual adalah weri, tembe dan sambolo.
Meski tetap
eksis, tapi kerajinan ini mulai menyusut. Hafsah bercerita kini tak
banyak lagi perempuan yang bisa menenun seperti jaman ibu-bapaknya. Ini
karena bahan baku, proses pembuatan, serta penjualannya yang sedikit
sulit dan lambar.
Kegelisahan Maina dijawab oleh pemerintah
setempat. Pemerintah kota Bima menginstruksikan para pegawai negeri
sipil untuk mengenakan baju tenun ikat khas selama 4 hari kerja,
Selasa-Jumat. Sementara baju Keki hanya digunakan pada hari Senin.
“Selama
ini keluhan utama perajin adalah mahalnya bahan baku benang dan
pemasaran. Kami mencoba menjawab soal pemasaran itu melalui keharusan
mengenakan kain tenun ikat,” ungkap M Farid, Kepala Dinas Perindustrian
dan Perdagangan kota Bima, pada suatu ketika.
Kebijakan tersebut
membuka peluang pasar bagi 1.500 perajin (178 kelompok) di kota itu.
“Ya, sejak tahun lalu memang lebih bergairah menenun. Tenunannya pasti
terjual, mengingat banyak permintaan, terutama PNS,” paparnya.
Ia
menambahkan, selembar tenun ukuran lebar 60 sentimeter panjang 3 meter
dijual Rp 350.000-Rp 500.000. Hafsah dan Suharmi mendapat untung
rata-rata Rp 150.000.
Penasaran melihat motif yang berbeda, salah
satu rider, Hambali pun menanyakan tentang makna dan motif yang sering
dibuat oleh Hafsah. Hafsah menceritakan, ragam motif tenunan Bima hanya
menampilkan satu dari sekitar sembilan ragam motif hiasan dalam satu
lembar sarung atau pakaian. “Misalnya kalau hiasan bunga Satako (bunga
sekuntum) tidak dapat disertakan dengan Bunga Nenas (Bunga Aruna),”
jelasnya.
Meski tak sebanyak motif seperti di Bali, sarung Tenun
Bima tetap beragam. Beberapa ragam di tempat ini antara lain adalah
Bunga Samobo (bunga Sekuntum), Bunga Satako (Bunga Setangkai), Bunga
Aruna (Bunga Nenas), dan Bunga Kakando (Rebung).
“Bunga Samobo
bermakna sebagai mahluk sosial manusia selain bermanfaat bagi dirinya,
juga harus bermanfaat bagi orang lain, laksana sekuntum bunga yang
memberikan aroma harum bagi lingkungannya,” paparnya.
Sementara
Bunga Satako sebagai simbol kehidupan keluarga yang mampu mewujudkan
kebahagiaan bagi anggota keluarga dan masyarakat. Bagaikan setangkai
bunga yang selalu menebar keharuman bagi lingkungannya.Bunga
Nenas terdiri dari 99 sisik (helai) merupakan simbol dari 99 sifat
utama Allah yang wajib dipedomani dan diteladani oleh manusia dalam
menjalankan kehidupan agar terwujud kehidupan bahagia dunia dan akhirat.
“Kalau
Bunga Kakando mengandung makna hidup yang penuh dinamika yang mesti jalani dengan penuh semangat.”
Disamping
mengenal motif bunga, tenunan Bima juga mengenal motif geometri seperti
Gari(garis), Nggusu Tolu atau Pado Tolu( Segitiga), Nggusu Upa (Segi
empat, Pado Waji (Jajaran Genjang), serta Nggusu Waru ( Segi Delapan ).
Motif Gari(Garis) mengandung makna bahwa manusia harus bersikap jujur
dan tegas dalam melaksanakan tugas, seperti lurusnya garis.
“Wah,
banyak sekali kalau dijelaskan satu-satu,” komentarnya. “Nggusu Tolu
(Segitiga) berbentuk kerucut mengandung makna bahwa kekuasaan tertinggi
ada di tangan Allah yang disimbolkan dalam puncak kerucut yang lancip.”
Nggusu
Upa atau segi empat merupakan simbol kebersamaan dengan tetangga dan
kerabat. Motif Pado Waji hampir sama maknanya dengan Nggusu Tolu, tetapi
selain mangakui kekuasaan Allah juga harus mengakui kekuasaan pemimpin
yang dilukiskan dengan dua sudut tumpul bagian kiri kanannya. Sedangkan
Nggusu Waru, idealnya seorang pemimpin harus memenuhi delapan
persyaratan yaitu :Beriman Dan Bertaqwa, Na Mboto Ilmu Ro Bae Ade
(Memiliki ilmu dan pengetahuan yang luas), Loa Ra Tingi (Cerdas Dan
Terampil), Taho Nggahi Ra Eli (Bertutur kata yang halus dan sopan), Taho
Ruku Ro Rawi (Bertingkah Laku Yang Sopan), Londo Ro Dou (Berasal Dari
Keturunan Yang Baik), Hidi Ro Tahona (Sehat Jasmani Dan rohani), Mori Ra
Woko (Mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari).
Unsur warna
dalam seni rupa Bima terdiri dari dana kala (warna merah), dana monca
(warna kuning), Dana Owa (Warna Biru), Dana Jao (Warna Hijau), Dana Keta
(Warna Ungu), Dana Bako (warna merah jambu), Dana Me’e (Warna Hitam)
dan Dana Lanta (Warna Putih). “Setiap warna memiliki makna,” tuturnya.
...... jadi sekilas yea tentang daerah BIMA,, kpan jlan2 ke BIMA... di bima itu ada bxk koq tmpat wisata guys :)
sumber :
UMM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar